
Tangerang, Jurnalkota.com – Willy, selaku ahli waris almarhum Ramli Halim yang lahannya bersengketa dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang akhirnya mengajukan gugatan banding ke PT Banten. Gugatan dengan nomor perkara 234/Pdt.G/2024/PN Tng jo. No. 50/PDT/2025/PT BTN disidangkan secara offline di ruang sidang PT Banten, Selasa (29/4/2025)
Dalam sidang tersebut, Jaksa Pengacara Negara menghadirkan 2 orang saksi, yakni Yulianti Citra dan Tatang Sutisna.
Dalam kesaksiannya, Yulianti Citra mengaku sebagai pemilik tanah yang telah dibebaskan oleh Pemkot Tangerang untuk pembangunan jalan ke TPU Covid di Kedaung Wetan seluas 1.249 M2. “Waktu itu saya dihubungi Pak Tatang. Tanah saya mau dibebaskan Pemkot Tangerang untuk pembangunan jalan ke makam Covid. Karena untuk kepentingan warga, saya akan bantu,” ujar Yulianti Citra.
Terungkap bahwa ganti rugi pembebasan tanah Yulianti Citra seluas 1.249 M2 senilai Rp5, 2 miliar. “Ada 7 sertifikat atas nama saya Yulianti Citra, saudara saya Indrawati Citra dan Viviani Citra. Tanah yang dibangun jalan letaknya di ujung tanah milik saya,” tambahnya.
Namun ia mengaku tidak mengenal Ramli Halim, Willy maupun M. Yusuf. Hingga selesai pembangunan jalan, sertifikat masih atas nama Yulianti Citra.
Saksi Tatang Sutisna, mantan PNS di Dinas Perkimtan Kota Tangerang dalam kesaksiannya menerangkan bahwa ia mengenal Willy (Penggugat) pertama kali saat bertemu di lapangan. “Kenal waktu ketemu di lapangan,” kata Tatang.
Ia juga menjelaskan sempat terjadi gontok-gontokan waktu Willy pasang plang di jalan. “Tanah yang dipasang plang oleh Willy adalah milik Bu Citra. Yang dibangun jalan itu tanah Bu Citra,” sambungnya.
Ditemui sehabis sidang, Kuasa Hukum Willy, Parulian Agustinus berkomentar mengenai Saksi yang diajukan Kuasa Hukum Pemkot Tangerang. “Saksi I bisa dibilang kurang berkualitas ya. Karena dia engga bisa menjelaskan apakah tanah miliknya itu tidak over lap dengan punya kita atau punya Pemda. Keterangannya tidak ada nilainya karena tidak bisa membuktikan adanya sengketa tanah kita dengan Pemda,” kata Parulian.
“Saksi kedua, Tatang, sebenarnya berkualitas jika dia memberi keterangan apa adanya. Karena dia salah satu pelaku sejarah saat pembebasan dan pengerjaan,” sambungnya.
Menurut Parulian, banyak hal yang ditutupi oleh Saksi kedua. “Kita engga tau kepentingannya apa, karena Tatang ini bisa dengan gampang menjelaskan sertifikat tahun 2008. Padahal di situ tidak ada sertifikat tahun 2008. Ada SHP 23 milik Pemkot yang tahun 2015. Sedangkan sertifikat milik Saksi Citra pembebasannya tahun 2021,” bebernya.
Ia menilai bantahan Saksi kedua sebagai pejabat Pemkot sangat konyol dan kontradiktif. “Dengan posisi Saksi 1 kok langsung dilakukan pembebasan, sedangkan kita ada klaim kenapa tidak ada penelusuran? Padahal sudah ada somasi-somasi yang dilakukan Penggugat melalui Kuasa Hukumnya, tahun 2021-2024. Ahli waris selalu diberikan angin segar untuk melancarkan pelaksanaan pembangunan jalan oleh Pemkot,” tambah Parulian.
Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang benar-benar profesional. “Tidak memihak Penggugat maupun Tergugat, memberi keleluasaan untuk melakukan pertanyaan-pertanyaan atau mengeluarkan argumentasi hukum,” pungkas Parulian Agustinus.
Sidang selanjutnya akan dilakukan secara online dan pihak Penggugat diminta Majelis Hakim untuk menyerahkan appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJBP) pada tanggal 8/5/2025. (Red)